Paing dalam bahasa Maanyan adalah sebutan untuk kelelawar besar pemakan buah, dalam bahasa Indonesia di sebut Kalong. Sementara Dayak Ngaju menyebut paing dengan bangamet/bangamat. Apa itu Paing?
Secara klasifikasi taksonomi, paing atau Kelalawar Besar/Kalong (Pteropus vampyrus) termasuk dalam kelas mamalian ordo chiroptera. Paing yang bisa di Konsumsi adalah dari family pteopodidae yang merupakan jenis terbesar dan pamakan buah dan nectar bunga. Selain paing ada juga jenis yang bisa di makan yaitu kekek (lebih kecil dan pamakan buah, namun baunya kurang khas) dan juris yaitu jenis kelalawar kecil yang bersarang/bersembunyi dalam buku bamboo di hutan. Intinya jenis kelawar yang bisa di makan adalah kelelawar pemakan buah dan bunga. Sementara jenis pemakan serangga bahkan pengisap darah adalah jenis yang tidak boleh dimakan.
Kelelawar memiliki spesies yang banyak, menempati urutan kedua setelah mamalia binatang pengerat. Dari 4.000 spesies mamalia, 1000 diantaranya merupakan spesies kelelawar. Untuk mengelompokkannya, kelelawar dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu diberi nama “Megachiroptera” dan “Microchiroptera”. Selain itu dapat dikelompokkan berdasarkan makanan dan kapasitasnya. Kelelawar dengan bentangan sayap 2 meter dan berat mencapai 1,5 Kg dimasukkan dalam kelompok Megachiroptera atau terkenal dengan sebutan “Kalong”. Ciri-ciri kalong atau paing adalah matanya besar, karena tidak mempunyai sistem ekolokasi. Menemukan makanan berupa buah-buahan dan bunga-bungaan dengan mengandalkan penglihatan dan penciuman. Kelelawar yang tinggal di daerah Asia dan Afrika bertubuh kecil, memakan serbuk sari, lebar dua sayapnya 30 cm dengan berat 15 gr. Kelelawar ini termasuk dalam kelompok Microchiroptera dengan sistem ekolokasi yang lebih baik tetapi penglihatannya kurang jelas.
Orang-orang di kawasan timur Indonesia menyebutnya paniki, niki atau lawa. Orang Sunda menyebutnya lalay, kalong atau kampret. Orang Jawa Tengah menyebutnya lowo, codot, lawa, atau kampret. Sedangkan suku Dayak malah menyebutnya sebagai hawa, prok, cecadu, kusing tayo, paing atau bangamet/bangamat.
Walaupun paing dikenal dan dikonsumsi di beberapa daerah, Dayak maanyan punya ciri khas dalam memasaknya. Paing yang akan dimasak hanya dibuang kuku, bulu kasar di tekuk dan punggung, serta ususnya. Sementara sayap, bulu serta dagingnya juga di masak, karena rasanya akan lebih enak dan khas.
Memasak paing ala Dayak Maanyan menggunakan bumbu minimalis, yaitu hanya serai dan daun asam pikauk/ sejenis daun yang rasanya asam. Kalau tidak ada bisa diganti dengan asam jawa sedikit dan kalau suka bisa ditambahkan irisan bawang merah. Penggunaan bumbu yang minimalis ini adalah untuk mempertahankan rasa dan aroma asli dari paing atau kalong tersebut.
Ada 3 jenis masakan paing yang paling umum bagi masyarakat Dayak Maanyan, yang pertama adalah di masak seperti sop tanpa sayur dengan bumbu minimalis seperti tersebut di atas. Versi kedua adalah dicampur dengan sayur hati batang pisang atau siwak yang diiris tipis dan diremas remas terlebih dahulu. Namun ingat hati batang pisang yang digunakan adalah dari jenis pisang yang “netral” yaitu pisang kapas/pisang pinang atau pisang manurun. Pisang jenis lain cenderung mempunyai rasa yang sepet/pahit. Selanjutnya versi ke tiga adalah dicampur dengan sulur keladi/lantar keladi yang telah dikupas dan dipotong potong. Tentu saja menggunakan bumbu yang minimalis untuk mempertahankan rasa asli yang khas dari paing tersebut. Saya sendiri paling menyukai yang dicampur sayur sulur keladi.
Sementara Dayak Ngaju dalam memasak bangamat/paing menggunakan bumbu yang banyak agar baunya hilang. Paing sebelum dimasak dikuliti terlebih dahulu, hanya dagingnya yang diambil dan dimasak baik dengan bumbu opor maupun kari.
Anda panasaran? Silakan mencoba….
Secara klasifikasi taksonomi, paing atau Kelalawar Besar/Kalong (Pteropus vampyrus) termasuk dalam kelas mamalian ordo chiroptera. Paing yang bisa di Konsumsi adalah dari family pteopodidae yang merupakan jenis terbesar dan pamakan buah dan nectar bunga. Selain paing ada juga jenis yang bisa di makan yaitu kekek (lebih kecil dan pamakan buah, namun baunya kurang khas) dan juris yaitu jenis kelalawar kecil yang bersarang/bersembunyi dalam buku bamboo di hutan. Intinya jenis kelawar yang bisa di makan adalah kelelawar pemakan buah dan bunga. Sementara jenis pemakan serangga bahkan pengisap darah adalah jenis yang tidak boleh dimakan.
Kelelawar memiliki spesies yang banyak, menempati urutan kedua setelah mamalia binatang pengerat. Dari 4.000 spesies mamalia, 1000 diantaranya merupakan spesies kelelawar. Untuk mengelompokkannya, kelelawar dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu diberi nama “Megachiroptera” dan “Microchiroptera”. Selain itu dapat dikelompokkan berdasarkan makanan dan kapasitasnya. Kelelawar dengan bentangan sayap 2 meter dan berat mencapai 1,5 Kg dimasukkan dalam kelompok Megachiroptera atau terkenal dengan sebutan “Kalong”. Ciri-ciri kalong atau paing adalah matanya besar, karena tidak mempunyai sistem ekolokasi. Menemukan makanan berupa buah-buahan dan bunga-bungaan dengan mengandalkan penglihatan dan penciuman. Kelelawar yang tinggal di daerah Asia dan Afrika bertubuh kecil, memakan serbuk sari, lebar dua sayapnya 30 cm dengan berat 15 gr. Kelelawar ini termasuk dalam kelompok Microchiroptera dengan sistem ekolokasi yang lebih baik tetapi penglihatannya kurang jelas.
Orang-orang di kawasan timur Indonesia menyebutnya paniki, niki atau lawa. Orang Sunda menyebutnya lalay, kalong atau kampret. Orang Jawa Tengah menyebutnya lowo, codot, lawa, atau kampret. Sedangkan suku Dayak malah menyebutnya sebagai hawa, prok, cecadu, kusing tayo, paing atau bangamet/bangamat.
Walaupun paing dikenal dan dikonsumsi di beberapa daerah, Dayak maanyan punya ciri khas dalam memasaknya. Paing yang akan dimasak hanya dibuang kuku, bulu kasar di tekuk dan punggung, serta ususnya. Sementara sayap, bulu serta dagingnya juga di masak, karena rasanya akan lebih enak dan khas.
Memasak paing ala Dayak Maanyan menggunakan bumbu minimalis, yaitu hanya serai dan daun asam pikauk/ sejenis daun yang rasanya asam. Kalau tidak ada bisa diganti dengan asam jawa sedikit dan kalau suka bisa ditambahkan irisan bawang merah. Penggunaan bumbu yang minimalis ini adalah untuk mempertahankan rasa dan aroma asli dari paing atau kalong tersebut.
Ada 3 jenis masakan paing yang paling umum bagi masyarakat Dayak Maanyan, yang pertama adalah di masak seperti sop tanpa sayur dengan bumbu minimalis seperti tersebut di atas. Versi kedua adalah dicampur dengan sayur hati batang pisang atau siwak yang diiris tipis dan diremas remas terlebih dahulu. Namun ingat hati batang pisang yang digunakan adalah dari jenis pisang yang “netral” yaitu pisang kapas/pisang pinang atau pisang manurun. Pisang jenis lain cenderung mempunyai rasa yang sepet/pahit. Selanjutnya versi ke tiga adalah dicampur dengan sulur keladi/lantar keladi yang telah dikupas dan dipotong potong. Tentu saja menggunakan bumbu yang minimalis untuk mempertahankan rasa asli yang khas dari paing tersebut. Saya sendiri paling menyukai yang dicampur sayur sulur keladi.
Sementara Dayak Ngaju dalam memasak bangamat/paing menggunakan bumbu yang banyak agar baunya hilang. Paing sebelum dimasak dikuliti terlebih dahulu, hanya dagingnya yang diambil dan dimasak baik dengan bumbu opor maupun kari.
Anda panasaran? Silakan mencoba….
ulah.. dahulu hanyu ngulah artikel tiba paing... , ijin copas lah..!
BalasHapusAntilua Artikel Lain ...ad sah copas ulahan ku!!!!
BalasHapuskreatif sekidit lahh!!!